Sabtu, 26 Oktober 2013

Belajar lebih mendalam lagi



Salah satu hal yang penting dalam kehidupan ini adalah sebuah proses untuk berbuat yang terbaik.
Kehidupan ini adalah hal yang unik dan sekaligus menarik, kadang senang dan kadang susah, sesaat tersenyum bahagia, suatu saat terpaksa harus menangis untuk meluluhkan jiwa, semuanya saling berirama sejalan dengan kisah-kisah hidup yang nyata.
Untuk jiwa yang telah belajar makna terdalam dari kehidupan ini, bahwa keterwujudan dalam dunia ini adalah bagian dari perjalanan untuk kembali kepada keabadian yang hakiki selama-lamanya, maka hiduplah untuk sesuatu yang dapat mendatangkan ridha dan rahmat-Nya agar hidupmu senantiasa mendapatkan keberkahan dan kedamaian yang tergantikan.
Tidak ada yang harus ditakuti dalam menjalani kehidupan ini, dan memang seperti itulah mestinya, kenapa kita harus takut dan apa juga yang ditakutkan? Bila ternyata kehidupan ini akan senantiasa terus mengalir menuju setiap akhir kisahnya.
Kadang kita terlalu berlebihan untuk memanjakan  perasaan kita tentang sesuatu yang masih belum terjadi tapi kita sudah benar-benar takut, tidakkah semua apa yang kita pikirkan akan menentukan segala sikap dan tingkah laku kita keseharian.
Jalanilah apa yang semestinya untuk kita jalani, hadapi dengan ketegaran hati, terimalah setiap ketentuan hidup ini untuk menebarkan kedamaian dalam lubuk hati dan semangat perjuangan untuk tetap selalu bermakna dan berarti.



Ilmu Pembersih Hati



K.H. Abdullah Gymnastiar

--------------------------------------------------------------------------------

Ada sebait do'a yang pernah diajarkan Rasulullah SAW dan disunnahkan untuk dipanjatkan kepada Allah Azza wa Jalla sebelum seseorang hendak belajar. do'a tersebut berbunyi : Allaahummanfa'nii bimaa allamtanii wa'allimnii maa yanfa'uni wa zidnii ilman maa yanfa'unii. Dengan do'a ini seorang hamba berharap dikaruniai oleh-Nya ilmu yang bermamfaat.

Apakah hakikat ilmu yang bermamfaat itu? Secara syariat, suatu ilmu disebut bermamfaat apabila mengandung mashlahat - memiliki nilai-nilai kebaikan bagi sesama manusia ataupun alam. Akan tetapi, mamfaat tersebut menjadi kecil artinya bila ternyata tidak membuat pemiliknya semakin merasakan kedekatan kepada Dzat Maha Pemberi Ilmu, Allah Azza wa Jalla. Dengan ilmunya ia mungkin meningkat derajat kemuliaannya di mata manusia, tetapi belum tentu meningkat pula di hadapan-Nya.

Oleh karena itu, dalam kacamata ma'rifat, gambaran ilmu yang bermamfaat itu sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah. "Ilmu yang berguna," ungkapnya, "ialah yang meluas di dalam dada sinar cahayanya dan membuka penutup hati." seakan memperjelas ungkapan ahli hikmah tersebut, Imam Malik bin Anas r.a. berkata, "Yang bernama ilmu itu bukanlah kepandaian atau banyak meriwayatkan (sesuatu), melainkan hanyalah nuur yang diturunkan Allah ke dalam hati manusia. Adapun bergunanya ilmu itu adalah untuk mendekatkan manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan diri."

Ilmu itu hakikatnya adalah kalimat-kalimat Allah Azza wa Jalla. Terhadap ilmunya sungguh tidak akan pernah ada satu pun makhluk di jagat raya ini yang bisa mengukur Kemahaluasan-Nya. sesuai dengan firman-Nya, "Katakanlah : Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menuliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (dituliskan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al Kahfi [18] : 109).

Adapun ilmu yang dititipkan kepada manusia mungkin tidak lebih dari setitik air di tengah samudera luas. Kendatipun demikian, barangsiapa yang dikaruniai ilmu oleh Allah, yang dengan ilmu tersebut semakin bertambah dekat dan kian takutlah ia kepada-Nya, niscaya "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al Mujadilah [58] : 11). Sungguh janji Allah itu tidak akan pernah meleset sedikit pun!

Akan tetapi, walaupun hanya "setetes" ilmu Allah yang dititipkan kepada mnusia, namun sangat banyak ragamnya. ilmu itu baik kita kaji sepanjang membuat kita semakin takut kepada Allah. Inilah ilmu yang paling berkah yang harus kita cari. sepanjang kita menuntut ilmu itu jelas (benar) niat maupun caranya, niscaya kita akan mendapatkan mamfaat darinya.

Hal lain yang hendaknya kita kaji dengan seksama adalah bagaimana caranya agar kita dapat memperoleh ilmu yang sinar cahayanya dapat meluas di dalam dada serta dapat membuka penutup hati? Imam Syafii ketika masih menuntut ilmu, pernah mengeluh kepada gurunya. "Wahai, Guru. Mengapa ilmu yang sedang kukaji ini susah sekali memahaminya dan bahkan cepat lupa?" Sang guru menjawab, "Ilmu itu ibarat cahaya. Ia hanya dapat menerangi gelas yang bening dan bersih." Artinya, ilmu itu tidak akan menerangi hati yang keruh dan banyak maksiatnya.

Karenanya, jangan heran kalau kita dapati ada orang yang rajin mendatangi majelis-majelis ta'lim dan pengajian, tetapi akhlak dan perilakunya tetap buruk. Mengapa demikian? itu dikarenakan hatinya tidak dapat terterangi oleh ilmu. Laksana air kopi yang kental dalam gelas yang kotor. Kendati diterangi dengan cahaya sekuat apapun, sinarnya tidak akan bisa menembus dan menerangi isi gelas. Begitulah kalau kita sudah tamak dan rakus kepada dunia serta gemar maksiat, maka sang ilmu tidak akan pernah menerangi hati.

Padahal kalau hati kita bersih, ia ibarat gelas yang bersih diisi dengan air yang bening. Setitik cahaya pun akan mampu menerangi seisi gelas. Walhasil, bila kita menginginkan ilmu yang bisa menjadi ladang amal shalih, maka usahakanlah ketika menimbanya, hati kita selalu dalam keadaan bersih. hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari ketamakan terhadap urusan dunia dan tidak pernah digunakan untuk menzhalimi sesama. Semakin hati bersih, kita akan semakin dipekakan oleh Allah untuk bisa mendapatkan ilmu yang bermamfaat. darimana pun ilmu itu datangnya. Disamping itu, kita pun akan diberi kesanggupan untuk menolak segala sesuatu yang akan membawa mudharat.

Sebaik-baik ilmu adalah yang bisa membuat hati kita bercahaya. Karenanya, kita wajib menuntut ilmu sekuat-kuatnya yang membuat hati kita menjadi bersih, sehingga ilmu-ilmu yang lain (yang telah ada dalam diri kita) menjadi bermamfaat.

Bila mendapat air yang kita timba dari sumur tampak keruh, kita akan mencari tawas (kaporit) untuk menjernihkannya. Demikian pun dalam mencari ilmu. Kita harus mencari ilmu yang bisa menjadi "tawas"-nya supaya kalau hati sudah bening, ilmu-ilmu lain yang kita kaji bisa diserap seraya membawa mamfaat.

Mengapa demikian? Sebab dalam mengkaji ilmu apapun kalau kita sebagai penampungnya dalam keadaan kotor dan keruh, maka tidak bisa tidak ilmu yang didapatkan hanya akan menjadi alat pemuas nafsu belaka. Sibuk mengkaji ilmu fikih, hanya akan membuat kita ingin menang sendiri, gemar menyalahkan pendapat orang lain, sekaligus aniaya dan suka menyakiti hati sesama. Demikian juga bila mendalami ilmu ma'rifat. Sekiranya dalam keadan hati busuk, jangan heran kalau hanya membuat diri kita takabur, merasa diri paling shalih, dan menganggap orang lain sesat.

Oleh karena itu, tampaknya menjadi fardhu ain hukumnya untuk mengkaji ilmu kesucian hati dalam rangka ma'rifat, mengenal Allah. Datangilah majelis pengajian yang di dalamnya kita dibimbing untuk riyadhah, berlatih mengenal dan berdekat-dekat dengan Allah Azza wa Jalla. Kita selalu dibimbing untuk banyak berdzikir, mengingat Allah dan mengenal kebesaran-Nya, sehingga sadar betapa teramat kecilnya kita ini di hadapan-Nya.

Kita lahir ke dunia tidak membawa apa-apa dan bila datang saat ajal pun pastilah tidak membawa apa-apa. Mengapa harus ujub, riya, takabur, dan sum'ah. Merasa diri besar, sedangkan yang lain kecil. Merasa diri lebih pintar sedangkan yang lain bodoh. Itu semua hanya karena sepersekian dari setetes ilmu yang kita miliki? Padahal, bukankah ilmu yang kita miliki pada hakikatnya adalah titipan Allah jua, yang sama sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita?

Subhanallaah! Mudah-mudahan kita dimudahkan oleh-Nya untuk mendapatkan ilmu yang bisa menjadi penerang dalam kegelapan dan menjadi jalan untuk dapat lebih bertaqarub kepada-Nya.***

Untukmu Ibu



Untukmu ibu yang selalu tersenyum dalam setiap kisahku
Untukmu ibu yang selalu mendekapku dalam setiap kegelisahan
Untukmu ibu yang selalu berdoa dalam setiap langkahku
Untukmu ibu yang setia menanti setiap kisahku
Dan untukmu ibu perjuanganku saat ini
Hingga aku dapat menghapus air mata rasa harumu

Jumat, 25 Oktober 2013

Berarti dengan Arti



Terkadang secara Jasmaniah kita lebih banyak TERJAGA daripada TERTIDUR. Hal ini bisa kita buktikan langsung dalam kehidupan kita sehari-hari, bagaimana tidak dalam waktu 24 jam sehari semalam mulai dari pagi hari hingga pagi hari lagi kita lebih banyak TERJAGA dalam setiap aktivitas dari masing-masing kita yang berbeda-beda. sehingga setiap apa yang menjadi planing dapat dicapai. Tetapi terkadang secara Ruhaniah hal lain yang harus terjadi. antara TERJAGA dan TERTIDUR lebih dominan TERTIDUR, sehingga apa yang semestinya dapat diraih oleh Ruhaniah kita menjadi tidak bisa optimal dan maksimal. Hal ini bisa terjadi dari sekian banyak penyebab yang lain yaitu bisa saja karena minimnya KETERSADARAN kita dari KETERWUJUDAN untuk ADA dan untuk apa di a-ADA-kan. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama saling bermesraan dalam ke-TERJAGA-an kita secara Ruhaniah dan Jasmaniah agar kemudian kita dapat meraih dan menikmati dari setiap hal dan sesuatu yang semestinya adalah "Hak" bagi kita semua sebagai manusia yang mulia.

Dalam kehidupan di dunia ini semua manusia telah diberikan dua hal yang namanya ke-PASTI-an dan ke BELUM PASTI-an. Hanya saja terkadang dalam ke-NYATA-annya manusia lebih memikirkan sesuatu yang bersifat BELUM PASTI daripada yang benar-benar PASTI. Sebagai salah satu dari sekian banyak contohnya yang dapat kita ambil hikmahnya ialah, ada beberapa dari sebagian manusia yang telah berjalan bahkan berlari untuk mengejar sesuatu yang BELUM PASTI dengan mengerahkan segala daya dan upaya secara maksimal. Walaupun pada dasarnya sesuatu yang BELUM PASTI itu merupakan bagian dari relatifitas yang bisa jadi SUKSES pada akhirnya atau malah sebaliknya BELUM SUKSES yang diraihnya.
Adapun mengenai yang telah benar-benar nyata bahwa sesuatu itu adalah PASTI manusia tidak sedikit yang memandangnya dengan biasa-biasa saja. Sehingga kemudian yang terjadi adalah ibarat berharap merasakan terangnya CAHAYA tetapi tidak mau keluar dari GELAP yang mengitarinya. maka CAHAYA itu seakan menjadi sulit dan rumit untuk dapat diraih bahkan bisa saja tidak mungkin untuk dinikmati dari setiap pijaran kemilaunya. Padahal sesungguhnya betapa LUAR BIASA nya bila mau menyadari yang SUDAH PASTI itu dengan tanpa melupakan yang BELUM PASTI sebagai ikhtiar nyata.
Mari bersama-sama saling bergandeng tangan untuk saling menguatkan dan untuk saling merasakan bagian demi bagian dari setiap persiapan untuk mengahadapi sesuatu yang SUDAH PASTI seperti 'kematian' dan menghadapi sesuatu yang BELUM PASTI seperti selain "kematian" demi agar HIDUP dan KEHIDUPAN ini menjadi lebih bermakna dan berarti dalam meraih segala hal yang TERINDAH dan yang telah DIINDAHKAN untuk kita rasakan bersama-sama jika sudah saatnya.

Langkah ini



Bila engkau lelah dalam perjalanan ini
Cobalah istirahat sejenak, sekedar untuk meninsafi
Dari hasil yang telah terlewati

Bila engkau memang rindu
Tekadmu akan menguatkanmu
Melangkah terus meniringi waktu

Jangan pernah berbipikir jasa
Hanya dengan cinta yang tulus
Apa yang engkau mau
Dia lebih tau

Memaknai Makna

Pada hakekatnya hidup ini hanya akan selalu penuh dengan sesuatu yang indah, semakin lama kita menjalani lini dari simponi hidup ini maka akan semakin menarik dan berarti, walau terkadang tak dapat dipungkliri pula dalam hidup ini memang ada aral yang harus dilalui, namun hal itu tidak menjadikan alasan kita untuk mengatakan  bahwa hidup itu hanya diliputi kesusahan dan kesengsaraan yang selalu terasa perih dihati.
Yakinlah hidup ini yang kita miliki benar-benar adalah anugrah yang tiada tara balasannya dari ilahi, namun hal itu banyak tidak disadari sehingga pernyatatan yang ada hidup ini penuh dengan ketidak bahagiaan, hidup ini penuh dengan ketidak adilan, dan lain sebagainya, hal ini terjadi karena kita sendirilah yang tanpa sering kita sadari setiap saat dan setiap hari tidak mau mencinta-Nya dengan sepenuh hati, sebaliknya yang ada kita selalu melupakan-Nya dalam rutinitas kehidupan yang kita anggap akan menjadi lebih baik dari yang kita ingini, padahal sesungguhnya itu hanyalah sekedar ujian bagi kita sampai dimana kita akan tetap mempertahankan keterpautan hati ini kepada-Nya dalam kehidupan kita yang kita lalui.
Dengan itu tiada alasan yang sesunguhnya untuk kita mengatakan bahwa hidup ini susah dan penuh  dengan gundah yang hanya selalu menyayat hati menjadi perih. Sebab dengan keterwujudan kita di dunia ini sudahlah merupakan anugrah yang penuh hikmah. Allah menciptakan kita untuk terlahir kedunia ini pastilah punya maksud dan tujuan yang tiada lain untuk dapat mempersiapkan bekal kembali ke asal kita tercipatakan.